“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun dan lagi Maha Penyayang”. (An-Nahl; 16 : 18)
Sebagai contoh betapa seringnya kila lupa (atau melupakan) nikmat Allah marilah sama-sama kita renungkan beberapa penggal waktu dalam hidup keseharian kita sebagai berikut:
´ Ketika pagi hari kita terbangun dan membuka mata; sepantasnya kita bersyukur karena mata bisa terbuka. Bagaimana kalau mata tidak bisa dibuka? Na’uzubillah,
´ Ketika mata telah terbuka dan kita bangkit duduk; sepantasnyalah kita bersyukur karena bisa duduk. Bagaimana kalau kita tidak bisa duduk? Na’uzubillah,
´ Kemudian kita berdiri; sepantasnyalah kita bersyukur karena bisa berdiri. Bagaimana kalau kita tidak bisa berdiri? Na’uzubillah,
´ Kemudian kita berjalan ke kamar mandi; sepantasnyalah kita bersyukur karena bisa melangkah. Bagaimana kalau kaki tidak bisa dilangkahkan? Na’uzubillah,
´ Kemudian kita (maaf) buang air; sepantasnyalah kita bersyukur karena bisa melakukannya. Bagaimana kalau Allah menahannya? Na’uzubillah,
´ Kemudian kita mandi; sepantasnyalah kita bersyukur. Bagaimana kalau air ditahan oleh Allah? Na’uzubillah,
´ Kemudian kita berwudhuk dan shalat; sepantasnyalah kita bersyukur. Bagaimana kalau iman dan hidayah dicabut oleh Allah dan tidak dapat melakukan shalat? Na’uzubillah,
´ Kemudian kita sarapan; sepantasnyalah kita bersyukur. Bagaimana kalau Allah menahan rezqi pagi itu? Na’uzubillah,
´ Kemudian kita berangkat mencari nafkah; melakukan kegiatan sehari hari, sampai sore bahkan sampai malam. Dan disetiap saat kita senantiasa memperoleh nikmat dari Allah.
´ Bahkan keberadaan kita di masjid menunaikan shalat berjamaah, dan mengikuti majelis taklimpun sesungguhnya adalah nikmat Allah.
Itu hanyalah sekelumit kecil dari nikmat Allah yang kita sering tidak ingat bahwa semuanya itu adalah nikmat-Nya, sehingga tidak bersyukur. Masih banyak lagi, dan sungguh tidak mungkin bisa dihitung. Bagaimana kalau udara menjadi tipis sehingga O2 tidak cukup tersedia? Bagaimana kalau minyak bumi mengalir seperti sungai bukannya disimpan oleh Allah dalam bumi?
Sungguh benar apa yang telah dikatakan Allah dalam Al-Quran:
“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhan-nya”
(Al-‘Aadiyah; 100 : 6)
(Al-‘Aadiyah; 100 : 6)
“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.” (Al-Isra’; 17 : 67)
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”
Sekarang permasalahannnya adalah ”Bagaimana caranya agar kita bisa menjadi ‘abdan syakura (hamba yang pandai bersyukur)?”
Marilah kita cermati pendapat para ulama sebagai berikut:
´ Selalu mengingat dan menyadari sepenuhnya dalam hati bahwa semua nikmat itu semata-mata anugerah Allah,
´ Selalu melantunkan ucapan pujian kepada Allah yang telah memberikan nikmat-Nya,
´ Senantiasa mempergunakan nikmat-nikmat Allah semata-mata hanya untuk kebaikan dan kethaatan, bukannya untuk keingkaran dan kemaksiatan.
Akhirnya marilah kita semua sama-sama merenungkan ayat berikut ini:
Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa tidak bersyukur, sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (Luqman; 31 : 12)
*) Foto asli diambil dari http://media.photobucket.com/image/nikmat%20allah/songgojiwo/doa.jpg
No comments:
Post a Comment